Thursday, October 6, 2016

Ilmu Tanpa Akhlak Membawa Kesombongan.


Bagi orang awam yang baru belajar nahwu sharaf (gramatika arab) atau orang yang sedang berkompetisi membaca kitab, tentu kekeliruan tarkib, salah baca akan menjadi masalah besar. Tapi bagi sebagian kaum salafussalihin, mereka bahkan seringkali membuat keliru i'rab bacaan dalam doa atau apa saja untuk menghindarkan diri dari kesombongan dan sok pandai yang menjurus ke arah riya'.
Al Habib Muhammad Ibn Idrus Alhaddad pernah bercerita bahwa di beberapa daerah di Yaman, muaddzin seringkali membuat panjang pendek dalam adzan dengan keliru untuk menghindarkan dari kesombongan dan sok hebat. Maka dengan semangat ini pula, kita tidak akan mempermasalahkan susunan redaksi dalam ratib haddad yang menuliskan:
آمنا بالله واليوم الاخر تبنا إلي الله باطنا وظاهر
dengan mewaqafkan kalimat ظاهر tidak dengan ظاهرا. memang sebagian ada yang menafsirkan penghilangan alif dalam kata dzahir diakhir kalimat itu untuk darurat nadzam, tapi bagi mereka yang merasa harus sesuai i'rab nahwu sharaf tidak sedikit yang mengkritik kenapa tidak dibaca dzaahiran.
Kesombongan memang hak Allah, sehingga mereka yang mempunyai sifat sombong disebutkan tidak akan mencium bau-bauan surga. Karena itulah mengapa ilmu harus senantiasa disertai akhlak agar terbentengi i dari kesombongan. الادب فوق العلم begitu kalam ulama untuk membuat orang tidak berhenti ditataran ilmu tanpa adab.
Berkaitan dengan hal ini pula, dalam kitab Tadzkirat an Nas dikisahkah suatu saat seorang ulama' Mesir ingin berkunjung ke seorang wali di Tarim Yaman. Agar tidak sendiri dia mengajak temannya yang juga seorang ulama yang tinggal di Yaman luar kota Tarim. Meski termasuk ulama, sebenarnya teman yang diajak ulama Mesir ini tidak percaya adanya walinya Allah sehingga enggan mengantarnya, hanya karena temannya ini datang dari Mesir yang jauh, dia tak sampai hati menolak mengantarkan.
Sesampai dikediaman sang wali, disana sedang digelar rohah kajian kitab dan dzikir. Saat kedua tamu itu datang di Jalsah sang wali, wali itu sedang membaca bait doa
إِلَهِي لاَتُعَذِّبْنِي فَإِنِّي مُقِرٌّ بِالذِي قَدْ كَانَ مِنِّي
يَظُنُّ النَّاس بِي خَيْرًا وَإِنِّي لَشَرُّ الخَلْقِ إِنْ لَمْ تَعْفُ عَنِّي
Wahai Ilahi janganlah Kamu siksa diriku, aku mengakui semua dosa yg ada padaku, Semua orang beranggapan bahwa diriku adalah orang yg baik, tetapi aku adalah paling jeleknya manusia jika Engkau tak mengapuniku"
ٍٍٍٍSaat membaca doa diatas si wali ada sedikit salah baca "lasyaru kholqu" yang menurut kaidah nahwu harusnya لَشَرُّ الخَلْقِ seperti bait di atas , Ulama dari luar Tarim yang mengantar Ulama dari Mesir ini dalam hatinya :"orang2 yang menziarahinya untuk minta doa ini pasti salah orang, masak disebut wali wong berdoa saja masih salah tarkib, rugi dan sia sialah perjalananku ini"
Berjalan setahun kedepan, temannya dari Mesir datang lagi kepadanya untuk minta diatar sowan lagi ke sang wali, maka dengan berat hati dia berangkat mengantar. Sesampai di kediaman sang wali, pas seperti saat dia dan teman Mesirnya ini datang, saat rohah akan diakhiri dengan doa, dan saat itu sang wali membaca kembali doa yang dibaca dan didengar dua orang tamu itu tahun lalu. Hanya saja pada saat ini sang wali membacanya dengan benar lasyaru kholqi, dan tiba-tiba sang wali berkata dang melihat Ulama Yaman itu :"silahkan ambil dhommahnya, gara2 salah baca ini kamu suudzon sama aku"
Tentu kaget ulama Yaman itu dan tidak menyangka kalau sang wali tahu apa yang dikatakannya dalam hati itu.
Kyai Maimoen Zubair pernah pula bercerita, bahwa setiap kali memaknai dzamir(kata ganti), Mbah Kyai Abdul Karim pendiri Lirboyo selalu dengan kata2 "ngono mau" tanpa menjelaskan kemana rujuk kata ganti itu seharusnya.
Suatu hari ada salah seorang santri yang penasaran dan menggerutu didalam hatinya "sebenarnya mbah yai ini tahu rujuknya dzamir ini atau tidak sih, kok selalu dikatakan ngono mau". Tak disangka Mbah Kyai Abdul Karim berkata : "adzzamir fi dzomir, waman la yakrif marjia dzamir falaisa lahu dzamir" (dzamir itu ada didalam hati, barangsiapa yang tidak tahu kemana rujuknya dzamir maka dia tidak punya hati).
Terkadang ilmu sedikit, sudah kita gunakan menyalahkan orang karena miskin akhlak dan kesombongan.
Betul kata Cak nun Musuh kita adalah kesempitan ....
dan kedangkalan berpikir...
koyo JARAN....!!!
Dadine yo isone nyalah"na wong lio

10 cara Agar kita TEGAR Menghadapi Cobaan Berat, maka sadarkan diri ini:
1. Sadarlah bahwa kita tidak sendirian, ada Alloh bersama kita.
2. Ingatlah bahwa di balik takdir Alloh pasti ada hikmah yang indah.
3. Tidak ada yang dapat memberi kebaikan dan menyelamatkan dari keburukan kecuali Alloh, maka janganlah menggantungkan harapan kecuali kepadaNya.
4. Apapun yang ditakdirkan menimpa kita ia tidak akan meleset dari kita. Dan apapun yang ditakdirkan meleset dari kita; ia tidak akan dapat menimpa kita.
5. Ketahuilah hakekat dunia, maka jiwa kita akan menjadi tenang.
6. Berbaik-sangkalah kepada Alloh.
7. Pilihan Alloh untuk kita, itu lebih baik daripada pilihan kita untuk diri kita sendiri.
8. Cobaan yang semakin berat, menunjukkan pertolongan Alloh semakin dekat.
9. Jangan pikirkan bagaimana datangnya pertolongan Alloh, karena jika Alloh Maha Berkehendak, Alloh akan mengaturnya dengan cara yang tidak terlintas di akal manusia.
10. Kita harus berdoa meminta kepada Alloh, yang di tangan-Nya ada kunci-kunci kemenangan.
Kalau kita perhatikan, kebanyakan prinsip di atas mengaitkan kita dengan Alloh ta’ala.
Karena memang manusia itu makhluk lemah, dan dia tidak akan menjadi kuat kecuali jika mendapatkan suntikan kekuatan dari Alloh, dan tidak ada yang mampu memberikan kekuatan seperti Alloh azza wajall.
Dari sini, kita juga bisa memahami, mengapa semakin orang dekat dengan Alloh, semakin kuat pula jiwanya dan mengapa semakin kuat akidah seseorang, semakin kuat pula kepribadiannya,
wallohu a’lam.


EmoticonEmoticon